Cerita Albert Salomo, Mahasiswa Universitas Kristen Krida Wacana, Lulusan Program Baparekraf Digital Talent 2022
Tahap 2
“Tak mengapa kamu berjalan begitu lambat selama kamu tidak pernah berhenti.”
(Confucius, Filsuf Tiongkok)
Tiap kali berhadapan dengan tantangan yang berat, banyak di antara kita berpikir bahwa mundur dan menyerah adalah jalan yang paling mudah. Hal ini juga sempat terpikirkan oleh Albert Salomo (22) saat dulu diminta untuk melanjutkan studi ke perguruan tinggi oleh kedua orang tuanya. Berkuliah tidak pernah masuk ke dalam rencana Albert sebelumnya karena ia lebih tertarik untuk bekerja selepas SMA.
Namun, demi menyenangkan kedua orang tuanya, Albert mengalah. Ia memutuskan untuk berkuliah di institusi dan jurusan pilihan ayah dan ibunya, yaitu Universitas Kristen Krida Wacana, jurusan Informatika. Siapa sangka jika keinginan kedua orang tuanya tersebut justru membawa Albert pada minat dan masa depan yang menjanjikan.
Albert Salomo adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Mendiang ayah Albert dulu bekerja sebagai pegawai bank yang juga menjadi penerjemah bahasa Mandarin bagi warga negara asing. Ibu Albert adalah seorang pegawai perusahaan multinasional yang kini harus menjadi tulang punggung keluarga sejak ayah Albert tiada.
Sebagai seorang anak sulung, mengecewakan kedua orang tuanya adalah hal yang paling tidak ingin Albert lakukan. Oleh karenanya, demi menyenangkan ayah dan ibunya, Albert menuruti keinginan orang tuanya untuk melanjutkan kuliah. Kewajiban ini pun Albert jalankan setengah hati karena sebenarnya, Albert lebih memiliki hasrat untuk bekerja dibandingkan kuliah.
Selama berkuliah, Albert yang tidak berminat pada dunia informatika benar-benar buta soal pemrograman. Ia mengaku bahwa untuk menyelesaikan tugas kampus saja, Albert membutuhkan waktu lebih dari tiga hari dengan bantuan teman sekelasnya. Kesulitan ini membuatnya sempat ingin menyerah dan putus kuliah.
“Namun saya paham, biaya kuliah itu mahal dan saya tidak datang dari keluarga berada. Kedua orang tua saya pasti berkorban banyak untuk membayar biaya kuliah saya. Karena saya tidak mau mengecewakan mereka, akhirnya, saya memilih untuk bertahan dan berubah.”
Albert memutuskan untuk berubah agar ia bisa mengejar ketertinggalannya. Hal pertama yang ia lakukan adalah meluangkan waktu sebanyak enam jam setiap hari untuk mempelajari ilmu pemrograman dari YouTube. Dari situ, Albert sadar bahwa belajar mandiri menggunakan media pembelajaran video jauh lebih mudah bagi orang awam seperti dirinya dibandingkan belajar secara langsung di kampus.
Semenjak menjadi pribadi yang tekun dalam belajar, titik balik terjadi dalam hidup Albert. Ia perlahan merasa bahwa tugas-tugas dan ujian kuliah yang semula membuatnya stres, kini tak ada apa-apanya. Albert pun terkejut saat mendapatkan nilai sempurna pada beberapa mata kuliahnya. Prestasi ini membuat Albert lebih giat menuntut ilmu.
Memasuki semester empat, Albert mulai berkenalan dengan kursus daring karena ketertarikannya untuk mempelajari pengembangan website. Albert menggunakan pendapatan hasil kerja sampingannya sebagai guru les siswa SMA untuk bisa belajar di sebuah platform berbayar. Bekal ilmu yang ia peroleh di platform tersebut bermanfaat untuknya menjalani program magang di Agate Internasional selama semester lima.
Kemudian, pada awal semester enam, Albert yang senang mencari kesempatan belajar gratis untuk terus meningkatkan kualitas diri mendapatkan Beasiswa Dicoding untuk Pendidikan. Dari beasiswa tersebut, ia belajar membuat aplikasi back-end untuk pemula dengan Google Cloud selama 45 jam.
Ilmu yang ia peroleh dari kelas back-end di Dicoding membantunya untuk bisa diterima sebagai Back-End Developer Intern di Danamas, sebuah perusahaan keuangan yang berbasis di Jakarta. Di kantor, Albert bertugas untuk berkolaborasi dengan tim Front-End dalam mengambangkan API untuk menciptakan fitur-fitur baru.
Albert sadar bahwa sebagai seorang talenta teknologi, ia tak boleh berhenti belajar. Oleh karenanya, meski sibuk membagi waktu antara kuliah dan bekerja di Danamas, Albert masih menyempatkan diri untuk mengasah kemampuan di program Baparekraf Digital Talent (BDT). Saat itu, Albert memilih untuk mengambil kelas Android Developer Dasar.
“Saya ikut program BDT karena saya mulai tertarik untuk mendalami ilmu mobile development. Saya yakin bahwa BDT bisa menjadi langkah awal yang tepat bagi saya jika saya ingin menjadi seorang pengembang Android suatu hari nanti.”
Proses belajar Albert selama di BDT bukannya tanpa tantangan. Selain harus membagi waktu antara belajar di BDT, bekerja, dan kuliah, ia harus bersabar menghadapi perangkatnya yang tak terlalu kompatibel untuk menjalankan software Android Studio. Masalah ini pun Albert atasi dengan memanfaatkan perangkat eksternal.
“Selama belajar di BDT, saya mendapatkan materi yang lengkap dengan penyajian yang up to date. Bagian paling menariknya adalah praktik pengkodean yang rapi dan terstruktur. Tidak semua program menerapkan sistem belajar seperti ini. Kebanyakan hanya memberikan teori yang bisa ditemukan sendiri di Google.”
Pembelajaran yang Albert dapatkan dari BDT dirasa sangat membantunya untuk mempersiapkan diri menuju karier impiannya sebagai seorang Mobile Developer di perusahaan top. Kemudian sebagai salah satu lulusannya, Albert mendukung adanya program ini karena BDT bisa membantu banyak mahasiswa dari keluarga kurang mampu untuk belajar.
“Semoga keberadaan beasiswa seperti BDT bisa lebih banyak diketahui oleh para calon talenta digital di Indonesia, khususnya mereka yang memiliki keterbatasan biaya. BDT amat membantu orang-orang seperti ini untuk belajar.”
Albert berharap program BDT bisa melahirkan lebih banyak talenta digital yang siap kerja seperti dirinya. Kini, Albert tak sabar untuk menyelesaikan studi sarjana dan program magangnya agar bisa segera berkarier sebagai seorang pengembang Android.
–
Baparekraf Digital Talent 2022 Team